Wednesday, December 12, 2012

Review Film: 5cm


Pertama kali gue baca buku 5cm itu waktu SMP. Tapi gara-gara satu dan lain hal, gue sampe beli itu buku 2 kali dan ilang 2 kali. Coba kalo kepo bisa dilihat linknya di sini. Itu pertama kali bukunya ilang. Habis itu beli lagi di Gramedia Plangi. Tapi ilang lagi waktu abis UAS. Ilang di ruang panitia. Nggak ngerti :( Sejak saat itu nggak mau beli lagi bukunya, takut ilang lagi.

Tapi kalo ada yang mau beliin, ya alhamdulillah.

Dulu, gue suka banget sama buku itu. Gue merasa buku itu adalah buku terbaik yang pernah gue baca. Bahkan gue sebut-sebut waktu wawancara masuk SMA 81. Waktu itu gue diwawancara sama Pak Resi.
R: Do you like reading books?
A: Yes, I love reading so much.
R: What is the best book that you have ever read?
A: The best book I ever seen is ‘Five Centimeters’ by Donny Dhirgantara
R: Oh really? Why?
Dan kemudian gue cerita panjang lebar tentang buku itu.

Buku ini juga merupakan salah satu alasan gue masuk ekskul Pecinta Alam. Deskripsi Om Donny tentang Mahameru bener-bener bikin gue mupeng, bahkan waktu gue masih buta tentang alam, waktu gue masih belom tau seberapa sulitnya dan bagaimana rasanya naik gunung.
Sekarang ketika gue udah tau rasanya, makin menjadi-jadi...

Karakter-karakter di buku ini dibuat sangat khas, walaupun plotnya agak berantakan. Banyak banget quote-quote bagus dan lirik-lirik lagu jadul. Belum lagi ceritanya lawak. Banyak juga wacana tentang pengetahuan umum, misalnya diskusi tentang Plato, tentang Descartes, Teori Relativitas, dan lain-lain (lupa apa lagi, udah lama nggak baca), yang disampaikan lewat diskusi antartokoh jadi nggak terkesan berat. Deskripsi latar dan suasananya juga dapet banget. Jempol banget deh pokoknya.

Gue inget pernah ngebayangin, apa jadinya kalo buku ini difilmin, tapi kayaknya nggak mungkin, susah banget pasti. Maka dari itu gue sangat sangat excited waktu tau buku ini mau difilmin. Dalam hati “Dua belas dua belas dua belas kapan datengnyaaaaa???”

Dan hari ini, tepat tanggal 12 bulan 12 tahun 12, film yang paling ditunggu-tunggu itu diputar perdana, serentak, di hampir seluruh bioskop di Indonesia.

Dan gue sama Mine habis ngerjain try out Sosiologi langsung buru-buru ke Pondok Gede (abisnya ini doang yang deket-_-) takut keabisan tiket. Nabila sama Cacan nyusul karena belom boleh keluar ruangan. Dan pas gue sampe sana ternyata pintu teaternya udah dibuka. Yaudah kita buru-buru masuk. Dua puluh menit kemudian Nabila sama Cacan baru sampe. Tapi biarpun tulisan di tiket bahwa film jam 12.00, filmnya baru main jam setengah 1 (maklum Pondok-_-)

Respon masyarakat tentang film ini ‘wah’ banget. Pertama, dari teletabis yang langsung ngajakin gaspol brem brem brem buat nonton hari itu juga di mana pun, berapa pun harganya. Kedua, sebulan sebelum film ini disiarin, di grup facebook Forum Sispala Jakarta Timur udah ada yang ngepost trailer, dan ngajak nobar. Persis sehari sebelum filmnya diputer, gue dapet invitation nobarnya, tanggal 12 Desember jam 8 malem di Planet Hollywood. Yah maaf nggak bisa dateng L. Ketiga, sepulangnya gue dari bioskop, malemnya di timeline twitter dan facebook gue rame banget compliment atas mereka. Lebih dari film apapun yang pernah gue perhatiin. Bahkan lebih dari waktu film Harry Potter diputer.

Tapi memang film yang sangat (ulangi: SANGAT) bagus. Pantas untuk ditonton, bahkan kalopun lebih dari sekali. Gue hampir selalu kecewa tiap nonton film yang berasal dari buku. Selalu jauh dari asli, jauh dari ekspektasi, banyak hal-hal yang sering luput, dan jatohnya mengecewakan. Bahkan di salah satu buku yang difilmkan, waktu baca bukunya gue suka banget, tapi waktu nonton filmnya, gue sampe ogah nonton sekuelnya.

Tapi ini… Bayangan gue atas pemain-pemain di buku ini nggak jauh beda, dan yang beda pun nggak mengecewakan. Misalnya, Zafran dan Riani. Bayangan gue Zafran ya pujangga jamet, kurus kerempeng, tinggi, dekil, pecicilan. Nggak sama sekali kebayang Herjunot Ali yang segitu ganteng dan charming. Tapi yah… pas dilihat cocok-cocok aja. Ganteng pula. Banget malahan. Nggak nolak juga lihatnya. Trus Riani, Raline Shah. Bayangan gue dari deskripsinya ya perempuan yang cantik keibuan dan dewasa, dengan muka-muka Indoneisa. Bukan setengah bule kayak begitu. Di situ Riani nya lebih keliatan kayak anak muda yang doyan clubbing, dan lebih kayak tokoh antagonis. Yah walaupun begitu… tetep enak diliat. Abisnya Riani cantik banget.

Raline Shah
Herjunot Ali

Sisanya, Genta (Fedi Nuril), Ian (Igor Saykoji), Arial (Denny Sumargo), Dinda (Pevita Pearce), itu menurut gue pas banget pemainnya.
Fedi Nuril as Genta Super Badai
Pevita Pearce
Denny Sumargo
Igor Saykoji
Film ini, walaupun banyak banget bagian keren yang dipotong, misalnya tentang bagian seseorang bernama Deniek, tentang Ian yang awalnya benci sama Indonesia terus setelah naik Semeru jadi berbalik 180o, tentang diskusi-diskusi filsafat, dan sebagainya, tapi nggak membuat jadi jauh beda sama alur aslinya. Dan the best thing is, pengambilan gambarnya yang asli di Semeru. Cerita yang selama ini cuma sebagai bayang-bayang dan sebatas nyari gambar di google, berkat film ini jadi bener-bener keliatan bentuknya. film ini bener-bener ‘menjual’ salah satu sudut dari sekian banyak keindahan alam Indonesia yang sedikit-banyak bisa menumbuhkan nasionalisme.

Nggak tau kenapa, gue merinding nonton film ini. Gue sempet nangis tanpa sadar di bagian yang nggak sedih. Ada beberapa faktor yang bikin begini: 1. Pemandangannya indah banget; 2. Gue entah bagaimana merasa akan berada di sana suatu saat nanti; 3. Gue pernah merasakan hal semacam itu. Walaupun cuma sekedar Gunung Gede, yang nggak susah-susah amat treknya, tapi gue tau bagaimana rasanya, bagaimana euforianya, dan seberapa bangganya berada di puncak. Dan gue ngebayangin gimana rasanya, seberapa bangganya kalo naik Semeru, The Rooftop of Java, dengan kaki sendiri; 4. Denny Sumargo manis banget, sementara Fedi Nuril sama Herjunot Ali gantengnya ngga ada obat.

Friday, December 7, 2012

Hidup=Petualangan


Barusan gue baca post adek kelas gue, dia menceritakan tentang tempat-tempat yang mau dia kunjungi suatu hari nanti. Well, tepatnya negara-negara yang pingin dia kunjungi. Dan kalo dari deskripsinya, alasan kenapa dia mau ke sana rata-rata berangkat dari kehausan akann pengetahuan tentang perkembangan negara-negara tersebut, seperti teknologi, perekonomian, dll. Dari karakter individu, dia memang anak yang…hm…gimana ya, dia mungkin setipe sama Goldy, sama-sama memiliki keingintahuan akan hal-hal baru yang sangat tinggi, terbuka, cerdas, beda sama remaja biasa, dekat sama Tuhan. Bedanya Goldy absurd.

Nah karena baca itu, terbersit di pikiran gue untuk bikin tulisan sejenis ini. Nggak niru kok, cuma yah, terinspirasi mungkin (yang mana beda tipis sebenernya-_-). Tapi nggak apa-apa lah ya gak ada yang ngelarang ini.

Bedanya, hal yang gue pengen nggak berangkat dari kehausan gue akan pengetahuan, tapi kehausan akan pengalaman. Gue menghargai segala bentuk pengalaman, apapun bentuknya itu. Gue selalu bersyukur atas hal-hal menarik yang terjadi sama gue, dari pengalaman yang wow bagi sebagian kalangan (naik gunung misalnya) sampe yang seangkatan ikutan (Trip Observasi contohnya). Bahkan sekedar makan makanan tertentu atau lihat pemandangan indah aja udah senang banget rasanya. Sayangnya, keluarga gue bukan keluarga yang hobi nyobain makanan-makanan macem-macem L

Gue berjiwa petualang. Gue selalu pengen coba hal baru, yang biasanya sih ekstrim. Seenggaknya sejauh ini baru ada keinginan buat ini-itu, tapi entah kalo nanti ada kesempatan, apakah gue berani untuk coba?

Hal ini juga yang sempet bikin gue kepikiran buat ambil HI. Yang ada di kepala gue adalah, dengan ambil HI gue pasti bisa lebih mudah terhubung sama negara luar, atau sukur-sukur keterima di deplu, jadi diplomat, terus dikirim ke negara lain. Tapi terus dengan niat mentok gue buat ambil Komunikasi, bukan berarti cita-cita itu lenyap, ya, pikiran gue cuma lebih terbuka, bahwa mau kerja di deplu atau pergi-pergi ke luar negeri bukan cuma dari HI kok.

Beberapa bulan yang lalu gue buat file Microsoft Word di laptop, dengan judul “To-Go-List”. Gue tulis mana-mana aja tempat yang pingin gue datengin, tapi pastinya cuma yang muncul di pikiran gue saat itu.

Ada dua kolom, yang kanan mancanegara, sementara yang kiri domestik.

Coba kita mulai dari yang mancanegara:
1.       Jepang, makan makanan Jepang :9

Gambar Aneka Sushi
Nggak kayak orang lain yang suka Jepang karena komiknya, gue pengen ke Jepang karena pengen makan di sana. Selain gue suka bahasa mereka (mulok gue Jepang btw), hal utama yang bikin gue pengen ke sana itu karena gue hobi makan masakan Jepang, yeah walaupun restoran Jepang yang gue tau dan gue pernah icipin cuma sebatas Hoka-Hoka Bento, Gokkana Teppan, Ichiban Sushi, Sushi-Ya, Hanamasa, dan kroco-kroconya. Padahal banyak orang yang ngasih tau gue, bahwa masakan Jepang yang di Jepang ya rasanya nggak kayak begini, nggak seenak ini, katanya, udah disesuaikan dengan lidah orang Indonesia. Tapi itu ngga menyurutkan semangat gue (‘-‘)9 gue tetep pengen ngicipin sake manis, ocha asli, sama makan yakiniku, ebi furai, takoyaki, ramen, dan sushi asli dari negara asal mereka. Gue juga pengen makan dim sum (oke ada masakan Cina nyelip di wacana tentang Jepang). Special buat dimsum, gue enggak pernah makan dim sum di restoran. Gue selalu makan dim sum di kondangan.
Gue suka sensasi waktu makan nasi pake sumpit anyway.


2.       Pedesaan Amerika, jadi koboy
Gue tau ini terdengar seperti cita-cita anak umur tujuh tahun yang terlalu dijejelin film barat sama orangtuanya. Tapi memang waktu gue ke Taman Safari beberapa bulan yang lalu, kedua kalinya gue nonton drama koboy vs Indian, nah sejak saat itulah gue pengen jadi koboy. Gue kagum lihat koboy yang badannya gagah besar-besar kayak kuda Australia. Gue pengen pake topi koboy dan slayer di bawah dagu, pengen pake rompi kulit di luar kemeja kotak-kotak lengen panjang gue dan sarung di luar celana jins buat  naro pistol , pengen pake sepatu yang ada lingkaran bintangnya buat ngelitikin perut kuda. Dan yang paling gue pengenin, gue pengen banget banget banget bisa naik kuda, tepatnya mengendarai kuda. Menurut gue kuda itu binatang yang cantik, dan bau kuda itu enak.
Dulu gue ngetawain Yuyun waktu dia bilang mau jadi penggembala domba, tapi sekarang gue ngerti, gue juga pengen jadi si penggembala sapi.


3.       Venezia, naik gondola
Emang kok, waktu gue nulis ini gue jomblo, tapi tolong dicatat gue mau naik gondola bukan biar gue dapet pacar tukang gondola yang katanya ganteng dan jago nyanyi.
Well, gue cuma ngebayangin, naik gondola, entah sama siapa itu (siapapun deh asal nggak sendirian aja L) pasti asik. Belum lagi pemandangannya pasti indah. Yang ada di imajinasi gue, di depan gue ada cahaya bulan purnama bulat terang terpantul di air biru gelap. Cahaya di atas sungai temaram sebatas si bulan purnama dibantu lampu kuning di rotunda-rotunda yang ada beberapa di pinggir sungai. Lihat di langit ada bintik-bintik kilau kelap-kelip. Di kiri-kanan ada rumah-rumah bata kecil, rapi. Gondolanya terayun-ayun lembut. Aroma air. Last but not least, ada sound effect abang-abang gondola lagi nyanyi. Ahsedap.


4.       Italia, makan pasta :9
Asparagus and Chicken Carbonara Recipe
Asparagus and Chicken Carbonara
Creamy, Light Macaroni and Cheese Recipe
Creamy, Light Macaroni and Cheese
Sama halnya dengan Jepang tadi, tapi ini lebih sedih karena gue cuma ada referensi Pizza Hut L Oh iya sama macaroni schotel sepuluh ribuan di sekolah. Tapi gue suka banget pizza apalagi pasta. Walau kata nyokap pasta asli itu nggak enak, katanya asem -_- tapi tetap salah satu hobi gue kalo lagi mati gaya adalah browsing foto makanan itali di google. Om nom nom nom nom nom. Dan menara Pisa itu. Siapa tau bisa gue berdiriin.
Shrimp Fra Diavolo Recipe
Shrimp Fra Diavolo


5.       Belanda, liat Tulip


Nyokap beberapa kali ke Belanda, dan oleh-olehnya yang paling berkesan bukan cokelat, atau gantungan kunci, atau boneka. Tapi foto. Foto ladang tulip yang lagi mekar. Warna warni, cantik sekali. Merah, kuning, biru, ungu, pink, terbaris teratur, sama tinggi, luas. Seperti hamparan permadani yang luar biasa indah. Rasanya pingin lari dan terjun di atasnya (tapi terus dimarahin sama petani tulip, dikejar anjing gembala lantaran ngerusak ladang).
Habis itu gue lihat-lihat kincir angin. Terus lihat sapi-sapi besar yang bagus. Lihat biri-biri. Apa gue lulus kuliah jadi petani di Belanda aja ya?


6.       Prancis, naik Eiffel, naik Arc du Triomphe
This! Impian terbesar gue. Kata orang ini negara cantik. Bahasanya juga cantik (yeah, rite, since Basing gue dapet 80 UAS kemaren).

 Entah bagaimana ya, negara ini terkesan Like a Lady, walaupun cantik, tapi juga tinggi dan angkuh. Seangkuh kangkangan nyonya Eiffel. Semegah ketegakan Arc du Triomphe. Walaupun yah gue tau sebelum naik ke atas gue jiper duluan liat tingginya… tapi kalo gue udah sampe sana, nggak mungkin gue nggak naik :’) Untuk makanan di negara ini, gue enggak begitu tau. Tapi kesan gue waktu gue nonton Ratatouille itu…… gimana ya. Gue cuma inget, abis nonton gue jadi laper.


Malemnya duduk-duduk di pinggiran sungai Seine, menikmati pemandangan sambil berandai-andai kalimalang bentuknya kayak begini.





Yang domestik gue cenderung ke wisata alam (alam Indonesia coy, ‘nikmat apa lagi yang engkau dustakan?’). Tiga dari lima nya gunung. Sisanya diving.

Jujur yang menginspirasi tulisan berikut adalah iklan-iklan dari beberapa produk. Iklan rokok tepatnya. Iklannya bertagline “My Life, My Adventure”. Iklan ini menggambarkan tiga pemuda yang menjelajah Indonesia, berpetualang ke tempat-tempat yang terpencil dan rata-rata belum terekspos. Karena kepo, gue ubek-ubek youtube, dan ketemu behind the scene iklan My Life My Adventure itu. Ternyata ketiga pemuda ini bener-bener petualang. Yang satu pendaki gunung, yang satu surfer, gue lupa yang satunya lagi, tapi ada hubungannya juga sama alam. Si produser bilang, dalam salah satu iklannya, ketiga pemuda ini dikasih jeep, dan mereka bebas menjelajah sekeliling pulau. Dan hasilnya? Lihat aja iklannya, mereka bergaul sama orang-orang pedalaman, ikut main sepak takraw api, ikut menari sama mereka, main sama gajah, dan sebagainya.

Disayangkan kenapa iklan semegah dan sebaik ini, yang seharusnya ditayangkan sebagai iklan “Visit Indonesia”, malah ditayangkan sebagai komersil rokok.

1.       Gunung Krakatau, Semeru, Rinjani
Rinjani
Kenangan pertama gue naik gunung itu waktu LD. Tapi baru terasa sensasi naik gunungnya itu waktu LD Carvedium 12, karena baru sampe itu menyentuh puncak. Kalo ditanya rasanya? Subhanallah. Susah dideskripsiin. Dan ini baru sampe puncak Gunung Gede. Padahal ada beratus-ratus gunung di dunia dan sekian puluh ada di Indonesia.
Alumni Carve banyak yang sharing pengalaman “waktu gue ke Krakatau” “waktu gue naik Rinjani” “bulan kemaren gue dari Semeru” dan cerita-cerita itu berakhir dengan gue ngiler.

Semeru
Ada sepotong adegan iklan rokok tadi, padahal cuma sekitar tiga sampe lima detik, dan cuma sekedar menunjukkan gambar kaki yang dibungkus sepasang sepatu gunung dan sepotong kargo yang lagi lari di atas tanah Krakatau. Tapi adegan itu terekam kuat di kepala gue, dan selalu ke-replay ulang.
Sementara Semeru, atau dijuluki Rooftop of Java lataran menjadi tanah tertinggi di pulau Jawa. gue ngiler baca buku 5cm, tentang, Ranu Pane, Ranu Kumbolo, Kalimati, Arcapada, dan kawan kawan. Dan minggu depan gue akan nonton filmnya. Sulit deskripsiinnya, mending baca sendiri._.
Dan Rinjani, cukup dengan gue buka album foto salah satu Alumni Carve, waktu dia lagi jalan berenam ke Rinjani sama temen-temennya. Setelah itu gue buka di youtube video perjalanan Rinjani.
Dan malamnya gue mimpiin perjalanan itu.


2.       Diving di Wakatobi dan Raja Ampat
Wakatobi
Gue pernah snorkeling waktu Outcast 2011, dan itu pengalaman yang sangat wow. Dari situ gue merasa paduan pantai, laut, dan segala isinya adalah paduan mantap untuk refreshing (selain ancol tapi).
Raja Ampat
Gue juga liat di iklan rokok, nggak sih dia nggak diving, dia ngga bawa tabung oksigen, dia cuma pake google dan celana pendek terus nyebur ke dasar laut, liat batu karang, ubur-ubur, bintang laut, dll. Ditambah lagi cerita Mine dia ambil license diving yang bikin iri.
Kata orang, Indonesia adalah salah satu negara dengan pesona bawah laut yang paling indah. Jadi sebagai orang Indonesia, jelas hasrat gue sangat besar buat ngebuktiin ke diri sendiri bahwa gue terlahir di negara yang dianugerahi.


3.       Puncak Monas
Jangan ketawa! Tapi memang gue belom pernah L


4.       Naik Gantolle (Layang Gantung)
Pertamanya nggak kebayang naik wahana macem ini. Gue salah satu yang fobia sama ketinggian. Naik pesawat aja gue gemeteran pas take off._. entah gimana nantinya gue kalo mau jadi traveler. Masa iya gue ke eropa naik kapal laut? Primitif banget-_-
Nah diantara sekian banyak olahraga yang dilakukan di udara, gue lebih pilih gantole dibanding paralayang atau paragliding, balon udara, bungee jumping, apalagi terjun payung.
Setau gue tempat melakukan olahraga ini banyak terdapat di Indonesia, bahkan di Puncak aja ada. Tapi entah kenapa baru ada keinginan tapi belum ada keberanian dan kesempatan buat coba. Mungkin pas gue nonton dari arena gantole langsung, gue akan ngerasa ngeri, mungkin rasanya kayak ada kupu-kupu lagi tawuran di dalam perut gue.


5.       Pantai tak terekspos
Pantai Pok Tunggal (DIY)
Pantai Ngrenehan (D
Jangan kira gue belom pernah ke pantai. Gue sekedar ke Ancol, pulau Semadaun (Jakarta), Parangtritis, Krukup (DIY), sampe Kuta, Jimbaran, Tanjung Benoa, Sanur (Bali), dan Tanjung Aan (Lombok Selatan) pernah kok.

Tapi gue pernah nemu blog http://www.alannobita.blogspot.com dan di situ gue nemu banyak pantai tersembunyi di Yogyakarta. Dari fotonya sih cantik banget. entah memang cantik atau dia jago fotografi.

 Gue juga selalu mimpiin duduk di pantai, nonton sunset sama orang-orang yang gue sayangin. Pernah sih, waktu di Bali, gue nonton sunset tapi sama anak anak sos. Nggak elit banget kan.


6.       Surfing di Kuta!
 Nah ini dia. Mungkin ini yang paling gue pengenin, tapi yang paling entah-kapan-akan-terwujud. Keinginan gue buat belajar surfing, selain dari iklan rokok yang tadi, gue baca novel Rumah Seribu Ombak. Diceritakan di buku itu tentang calon atlet yang belajar surfing di Pantai Lovina, Bali. Terus dia merambah ke Kuta, terus ke mancanegara.
Entah kenapa ya, waktu di Kuta gue nonton orang surfing, atau kalo nonton kartun yang ada adegan surfingnya, kayaknya asik banget. Berdiri seimbang di atas papan selancar dan menantang ombak besar. Kesannya gagah dan hebat. Walaupun agak mengingatkan gue sama Nyi Roro Kidul.



Nah kesemua ini adalah tempat-tempat yang selalu muncul di dunia imajiner gue yang sempit. Mungkin memang masih banyak tempat indah di dunia luar sana yang ngga gue tau, yang bahkan ngga terjangkau sama imajinasi gue.
Walaupun entah kapan semua ini terwujud. Tapi seenggaknya ada mimpi. Karena mimpi adalah motivasi. Kalo kata Pak Mufid, “Bermimpilah, tapi jangan hidup di dalamnya.”

Yap, mimpi, apalagi bila diciptakan sendiri, pasti indah bukan main. Tapi seindah-indahnya hidup terkurung di dalam mimpi, tidak lebih baik daripada menjalani dunia nyata J

NB: buat yang penasaran iklan yang gue maksud, coba diklik di sini ada kumpulan iklan, nggak cuma dari Indonesia tapi ada juga dari mancanegara. enjoy :)