Aku tidak
ingat kapan pernah menyerah sebelum ini. Aku yakin aku pejuang. Aku selalu jadi
pihak yang berusaha untuk berjuang.
Tapi tidak
kali ini. Oh jadi begini rasanya.
Buruk.
Kalah.
I’m a
quitter.
I’m a damn
quitter.
Does it
make me a loser?
If yes, ah,
no wonder.
Aku pernah
punya – katakanlah – pacar. Di satu titik, dia menyerah. Dia menyerah sama aku.
Dia menyerah begitu saja, meninggalkan aku yang sedang berusaha sendirian. Rasanya
seperti kamu sedang membuat rumah, menyusun tumpukan batu berdua. Dia merasa
tidak kuat, dan bilang “maaf aku nggak kuat. Aku udahan ya.” Dan dia pergi,
meninggalkan aku yang – obviously – ketiban batu bata yang runtuh lantaran dia
pergi.
Aku tau
rasanya jadi aku. Sakit. Iya sakit ketiban bebatuan begitu.
Tapi di
bawah tumpukan batu itu, aku bisa sedikit senyum. Aku bangga bahwa aku bukan orang yang menyerah. Aku kuat
untuk berjuang, dan semua yang terjadi di luar kendaliku. Aku lebih hebat daripada dia.
Tapi aku
penasaran rasanya jadi dia. Apa dia merasa seburuk yang aku rasakan ketika aku
menyerah? Apa dia merasa bersalah? Atau dia sempat merasa ragu “aku ambil keputusan
benar atau enggak ya?”
Aku hanya
penasaran.
Hi, aku baru baca ini skrg. yap tulisan ini sudah 4 tahun lalu memamg. tapi seperti nya tulisan "kamu" disini, aku ngerasa itu adalah aku. im so sorry jika itu salah.
ReplyDeleteSo, aku jawab disini ya.
Yes, aku sempat ragu utk keputusan itu.
1 tahun belakang an ini terus terang, kenangan kita bersama dulu muncul lagi dikehidupan ku yg skrg, gua juga gatau kenapa dan ga minta.
Mungkin dulu aku ambil keputusan yg salah, karena menyerah dengan mu tapi ada satu hal yg kamu harus tau, keputusan itu adalah salah satu keputusan terberat. kita salah paham. dan pada saat itu seperti yg kamu tau, aku harus segera cari pengganti mu karena kalau tdk seperti itu, aku ga akan bisa melupakan kamu.
Ale sehat2, sukses selalu. Terimakasih dulu sudah mau menerima ku��
Terakhir, Aku memang ga bisa melupakan kenangan kita. Biar menjadi Abadi utk selamanya.