Tuesday, January 14, 2014

Sapa Matahari kepada Bulan

biasanya lagu yang bener-bener ngena adalah lagu yang dibuat sesuai kisah nyata. karya yang bagus juga biasanya dibuat sesuai suasana hati pembuatnya. demikian juga sama karya berikut ini. ini puisi bikinan temen gue yang galaunya nggak udah-udah. tugas UAS bikin puisi pun menjadi pelampiasan.
pertama baca, keliatannya puisi ini cengeng banget untuk ukuran laki-laki (dan gue tau kalo dia lagi curhat). tapi setelah gue baca bener-bener, kata-katanya dalem dan filosofinya bagus banget. somehow ini seperti puisi cinta, atau memang puisi cinta, tapi cinta yang udah patah dan nggak bisa direkatin lagi (as if...). tapi yang gue nggak ngerti, dari mana temen-gue-yang-nggak-mau-disebut-namanya-ini bisa menganalogikan kisahnya sebagai matahari dan bulan. sementara cuma Tuhan yang tau dengan pasti kisah cinta mereka, dia bisa bikin seolah mereka benar-benar dua sejoli yang berpisah.

Sapa Matahari kepada Bulan

Apakah engkau malu menyapaku ?
Aku tidak tahu
Hanya untuk sekedar bertemu melepas rindu, engkau pun tak mau

Jurang hitam telah menjadi sekat kita
Tejebak dan mengambang tanpa ruang berpijak
Aku berada diantara ribuan, bahkan jutaan

Mengendap-endap mengintipmu tapi engkau menutup wajahmu
Selalu ada yang menghalangi untuk memandangmu
Aku memberimu kehangatan, engkau malah memberikan keindahan
Untuk yang lain...

Aku mencoba memberimu kehidupan, tapi engkau tidak menerimanya
Atau memang takdir mengatakan demikian

Pernah kita bersama, lalu terpisah
Pernah kita sangat dekat, tapi engkau malah berputar menghindar

Aku ingin menggapaimu, untuk kesekian kali
Apakah kita di izinkan bersama?
Hanya Tuhan yang bisa menjawab

Atau mungkin saat kita bersama kembali, semua sudah berakhir

Kiamat 

A.A

Thursday, January 9, 2014

Semesta Bertelinga

Memang mengharukan dua insan yang saling merindukan
Saling mendoakan, meski tak sudi saling bertatapan

Kita pernah saling membenci, pernah juga saling memaki
Namun tidak demikian dalam lubuk hati
Jangan munafik, kita saling kehilangan
Saling mencari di sela kerjap angan

Aku selalu menanti datangnya hari ini
Walaupun tak sekalipun meyakini keberadaannya
Bagai bianglala seusai hujan
Ia ada, tapi tak di manapun

Teringat parasmu, seketika merindukan wajah itu menguntai senyum untukku
Serta sorot mata yang berceloteh riang, bercerita akan dunia hanya dengan kilas pandangan
Serta seringai yang manis, terasa meski tanpa kecupan

Walau seketika luruh memburam terhujan air mata
Ketika aku menangis berjanji pada semesta, apabila datang kesempatan kedua

Mengagumkan, betapa semesta memiliki telinga



nb: ceritanya tugas UAS