hey. rasanya aneh. aku ingin kau datang. tapi di saat yang sama aku ingin memalingkan wajah sejauh-jauhnya. karena rasanya, yang datang bukan kamu. bukan kamu yang itu. rasanya beda. aku salah, memang. tapi aku sudah berusaha memperbaiki. sejujurnya. jadi maaf ya. aku rindu kamu. tapi kamu yang itu.
aku rindu kita, yang bodoh dan yang aneh. bukan kita yang ini, yang selalu sok sibuk dan sama-sama egois. aku kangen kita yang selalu bilang aku-takut-kehilangan-kamu dengan tatapan kita masing-masing. bukan tatapan dingin yang tidak ada artinya. sekarang aku tidak tahu kamu di mana, sedang apa, ingat aku atau tidak. aku bahkan tidak tahu siapa kamu sekarang.
maaf ya. aku tahu kamu marah. kamu juga bingung. tapi aku lebih bingung lagi.
sedih? iya aku tahu. atau setidaknya aku berharap begitu.
oh iya, aku pergi minggu depan. aku cuma berharap bisa pamitan padamu.
Showing posts with label random. Show all posts
Showing posts with label random. Show all posts
Friday, August 16, 2013
Thursday, August 8, 2013
Sepenggal Kisahku bersama Tuan Putri
Aku tidak ingat bagaimana bisa sampai di sini. Seorang pangeran menukarku dengan segepok uang. Ia kemudian membawaku pulang. Malam hari, larut malam, ia masih terjaga. Ia duduk di hadapanku, menatap mataku dalam-dalam. Tatapannya nelangsa dan putus asa. Kemudian pelan, ia berpesan untuk menjaga Tuan Putri. Ia takkan lagi ada di sana untuk menjaganya. Sorot matanya memelas, memohon kesanggupanku. Sayangnya aku tak mengerti.
Besoknya pangeran membawaku keluar dari istana. Ia kemudian memperkenalkanku pada seorang gadis cilik. Wajahnya yang segar dan ceria makin berseri tampaknya. Aku sungguh senang ia menyukaiku. Sepersekian detik kutangkap sedikit kedewasaan dari sinar matanya. Salah, ia adalah seorang wanita muda. Sang Tuan Putri.
Kulihat pangeran mengantarku dengan pandangan matanya. Kurasakan ia tak hanya menitipkan amanat di genggamanku. Hatinya pun ikut serta.
Tatapan pertamaku telah menegaskan pengabdianku. Aku pulang bersama Tuan Putri ke istananya. Ia mengajakku ke ruangannya dan berbicara denganku sepanjang malam. Aku menemaninya terus, terus, dan terus hingga ia kelelahan dan memutuskan untuk pergi tidur. Aku tidak. Kuucapkan selamat tidur padanya, kuantarkan ia dengan senyuman manis. Aku tetap berjaga di sudut kamarnya. Terjaga, berjanji tak akan lengah sedikitpun.
Sebuah bayangan gelap muncul dari kolong tempat tidur Tuan Putri. Aku mencabut pedangku antisipatif. Aku mengendap-endap mendekatinya. Kuacungkan pedang perakku ke arah bayangan hitam itu. Kemudian aku bertempur semalam suntuk. Bayangan hitam itu muncul terus-menerus, tak henti-henti. Hilang satu, muncul yang lain. Aku bertempur dalam diam dan tanpa suara. Sesekali kulirik Tuan Putri, memastikan ia tetap tertidur nyenyak dan tak terganggu sedikitpun. Janjiku, jiwaku adalah pengorbananku untuk Tuan Putri. Aku terus bertempur tanpa kenal lelah ataupun mengingat waktu, hingga Tuan Mentari menampakkan wujud keagungannya, hingga bias-bias cahaya mengintip dari balik tirai jendela, bayangan-bayangan hitam itu lenyap.
Tuan Putri membuka kelopak matanya. Wajahnya kemerahan diterpa sinar pagi. Ia menanyakan kabarku. Aku hanya menyunggingkan senyum terbaikku, senyum yang hanya dimiliki oleh Tuan Putri. Aku baik-baik saja.
Siang ini Tuan Putri membawaku bermain di taman. Menghirup udara segar, sangat baik untuknya. Aku memandangnya dengan memuja. Kaumku, pengawal, memang selalu seperti ini. Sumpah setia sampai mati pada majikan kami, pada kewajiban kami.
Di kejauhan kulihat serombongan laki-laki. Auranya buruk. Mereka memandang ke arah Tuan Putri. Firasatku bilang mereka bukan orang baik-baik. Maka ketika Tuan Putri sedang memandang jauh ke tengah danau, menerawang entah apa, aku menatap mereka. Awalnya datar, lama-lama dengan tatapan marah. Mereka sekonyong-konyong menghentikan langkah. Tidak jadi mendekat, mereka mundur teratur. Melirikku takut-takut. Hah, itulah jika berani berniat mengganggu Tuan Putri-ku.
Suatu malam, Tuan Putri menangis tak henti-henti. Ia memelukku erat-erat, seperti tak akan melepaskanku. Tubuhnya gemetar ketakutan. Aku tidak tahu apa yang mengganggu hatinya. Aku bersumpah siapapun yang menyakiti hatinya akan menghadapi aku. Dari isakannya, aku tahu dia merasa sangat kehilangan. Pelukan eratnya, ia takut kehilangan lagi. Andai ia tahu betapa aku tak akan meninggalkannya, sedetikpun.
Besoknya, besoknya, dan besoknya, hingga beberapa minggu ia masih tidak berubah. Andai ia tahu betapa hancurnya aku melihatnya kehilangan sinarnya. Aku berusaha meringankan bebannya, atas nama sumpahku, aku akan menjaganya siang dan malam, serta akan menemaninya tanpa henti. Ia selalu menangis di pelukanku. Aku tidak peduli tubuhku basah kuyup karena air mata, keringat, dan ingusnya. Ia menjerit, meraung, bahkan memarahiku. Ia memukuliku emosi. Aku tahu, sungguh berat yang ia rasakan. Suatu waktu, pada satu malam, yang sangat dingin, ia memandangku dengan tatapan kosong. Akhirnya ia bicara, setelah berminggu-minggu hanya menangis tanpa kejelasan. Ia cerita padaku tentang semua masalahnya. Mulanya nada suaranya datar. Lama kelamaan ia mulai terisak. Ia lalu terdiam dan mengatur nafasnya. Aku mengulurkan tanganku, meraih pipinya, dan menghapus air matanya. Beberapa saat kemudian ia lalu bercerita lagi, sepanjang malam, sampai ia lelah, dan tiba-tiba jatuh tertidur. Aku menjaganya sepanjang malam, mengelap air matanya yang kemudian mengering, mengelap keringatnya yang membasahi wajah manisnya.
Besoknya Tuan Putri terbangun dengan mata bengkak, seperti malam-malam sebelumnya. Namun tatapan matanya beda. Kulihat kelegaan di sana. Aku memandangnya sambil tersenyum. Ia balik menatap mata bulatku dalam-dalam. Dalam sekali, sampai aku takut ia dapat membaca apa yang sedang aku pikirkan. Perlahan seuntai senyum terukir di wajahnya. Aku terkesiap, menyadari betapa aku merindukan senyum itu. Tuan Putri kemudian memelukku erat-erat, memelukku dengan sayang, serta menciumi pipiku.
"Terima kasih banyak," katanya lirih, tapi aku tahu ada nada kelegaan di sana.
Andai aku bisa mengungkapkan betapa senangnya aku berada di sisinya, menjadi kesayangannya, menjadi satu-satunya yang mengetahui semua masalahnya. menjadi satu-satunya kepercayaannya, menjadi yang pertama ia cari saat ia sedih maupun senang. Tuan Putri menyayangiku, aku tahu jelas, tapi yang pasti, itu tidak seberapa jika dibandingkan dengan cintaku padanya.
Atas nama janjiku, Tuan Putri, kuulangi untuk yang kesekian kali, aku bersumpah menjagamu siang dan malam, menemanimu setiap saat, tanpa ingat waktu dan tanpa kenal lelah, mengorbankan jiwaku hanya untukmu, serta menyayangimu lebih dari aku menyayangi diriku sendiri, aku, seorang pengawal.
Oh iya, kita belum berkenalan. Namaku Teddy Brown si Beruang.
Besoknya pangeran membawaku keluar dari istana. Ia kemudian memperkenalkanku pada seorang gadis cilik. Wajahnya yang segar dan ceria makin berseri tampaknya. Aku sungguh senang ia menyukaiku. Sepersekian detik kutangkap sedikit kedewasaan dari sinar matanya. Salah, ia adalah seorang wanita muda. Sang Tuan Putri.
Kulihat pangeran mengantarku dengan pandangan matanya. Kurasakan ia tak hanya menitipkan amanat di genggamanku. Hatinya pun ikut serta.
Tatapan pertamaku telah menegaskan pengabdianku. Aku pulang bersama Tuan Putri ke istananya. Ia mengajakku ke ruangannya dan berbicara denganku sepanjang malam. Aku menemaninya terus, terus, dan terus hingga ia kelelahan dan memutuskan untuk pergi tidur. Aku tidak. Kuucapkan selamat tidur padanya, kuantarkan ia dengan senyuman manis. Aku tetap berjaga di sudut kamarnya. Terjaga, berjanji tak akan lengah sedikitpun.
Sebuah bayangan gelap muncul dari kolong tempat tidur Tuan Putri. Aku mencabut pedangku antisipatif. Aku mengendap-endap mendekatinya. Kuacungkan pedang perakku ke arah bayangan hitam itu. Kemudian aku bertempur semalam suntuk. Bayangan hitam itu muncul terus-menerus, tak henti-henti. Hilang satu, muncul yang lain. Aku bertempur dalam diam dan tanpa suara. Sesekali kulirik Tuan Putri, memastikan ia tetap tertidur nyenyak dan tak terganggu sedikitpun. Janjiku, jiwaku adalah pengorbananku untuk Tuan Putri. Aku terus bertempur tanpa kenal lelah ataupun mengingat waktu, hingga Tuan Mentari menampakkan wujud keagungannya, hingga bias-bias cahaya mengintip dari balik tirai jendela, bayangan-bayangan hitam itu lenyap.
Tuan Putri membuka kelopak matanya. Wajahnya kemerahan diterpa sinar pagi. Ia menanyakan kabarku. Aku hanya menyunggingkan senyum terbaikku, senyum yang hanya dimiliki oleh Tuan Putri. Aku baik-baik saja.
Siang ini Tuan Putri membawaku bermain di taman. Menghirup udara segar, sangat baik untuknya. Aku memandangnya dengan memuja. Kaumku, pengawal, memang selalu seperti ini. Sumpah setia sampai mati pada majikan kami, pada kewajiban kami.
Di kejauhan kulihat serombongan laki-laki. Auranya buruk. Mereka memandang ke arah Tuan Putri. Firasatku bilang mereka bukan orang baik-baik. Maka ketika Tuan Putri sedang memandang jauh ke tengah danau, menerawang entah apa, aku menatap mereka. Awalnya datar, lama-lama dengan tatapan marah. Mereka sekonyong-konyong menghentikan langkah. Tidak jadi mendekat, mereka mundur teratur. Melirikku takut-takut. Hah, itulah jika berani berniat mengganggu Tuan Putri-ku.
Suatu malam, Tuan Putri menangis tak henti-henti. Ia memelukku erat-erat, seperti tak akan melepaskanku. Tubuhnya gemetar ketakutan. Aku tidak tahu apa yang mengganggu hatinya. Aku bersumpah siapapun yang menyakiti hatinya akan menghadapi aku. Dari isakannya, aku tahu dia merasa sangat kehilangan. Pelukan eratnya, ia takut kehilangan lagi. Andai ia tahu betapa aku tak akan meninggalkannya, sedetikpun.
Besoknya, besoknya, dan besoknya, hingga beberapa minggu ia masih tidak berubah. Andai ia tahu betapa hancurnya aku melihatnya kehilangan sinarnya. Aku berusaha meringankan bebannya, atas nama sumpahku, aku akan menjaganya siang dan malam, serta akan menemaninya tanpa henti. Ia selalu menangis di pelukanku. Aku tidak peduli tubuhku basah kuyup karena air mata, keringat, dan ingusnya. Ia menjerit, meraung, bahkan memarahiku. Ia memukuliku emosi. Aku tahu, sungguh berat yang ia rasakan. Suatu waktu, pada satu malam, yang sangat dingin, ia memandangku dengan tatapan kosong. Akhirnya ia bicara, setelah berminggu-minggu hanya menangis tanpa kejelasan. Ia cerita padaku tentang semua masalahnya. Mulanya nada suaranya datar. Lama kelamaan ia mulai terisak. Ia lalu terdiam dan mengatur nafasnya. Aku mengulurkan tanganku, meraih pipinya, dan menghapus air matanya. Beberapa saat kemudian ia lalu bercerita lagi, sepanjang malam, sampai ia lelah, dan tiba-tiba jatuh tertidur. Aku menjaganya sepanjang malam, mengelap air matanya yang kemudian mengering, mengelap keringatnya yang membasahi wajah manisnya.
Besoknya Tuan Putri terbangun dengan mata bengkak, seperti malam-malam sebelumnya. Namun tatapan matanya beda. Kulihat kelegaan di sana. Aku memandangnya sambil tersenyum. Ia balik menatap mata bulatku dalam-dalam. Dalam sekali, sampai aku takut ia dapat membaca apa yang sedang aku pikirkan. Perlahan seuntai senyum terukir di wajahnya. Aku terkesiap, menyadari betapa aku merindukan senyum itu. Tuan Putri kemudian memelukku erat-erat, memelukku dengan sayang, serta menciumi pipiku.
"Terima kasih banyak," katanya lirih, tapi aku tahu ada nada kelegaan di sana.
Andai aku bisa mengungkapkan betapa senangnya aku berada di sisinya, menjadi kesayangannya, menjadi satu-satunya yang mengetahui semua masalahnya. menjadi satu-satunya kepercayaannya, menjadi yang pertama ia cari saat ia sedih maupun senang. Tuan Putri menyayangiku, aku tahu jelas, tapi yang pasti, itu tidak seberapa jika dibandingkan dengan cintaku padanya.
Atas nama janjiku, Tuan Putri, kuulangi untuk yang kesekian kali, aku bersumpah menjagamu siang dan malam, menemanimu setiap saat, tanpa ingat waktu dan tanpa kenal lelah, mengorbankan jiwaku hanya untukmu, serta menyayangimu lebih dari aku menyayangi diriku sendiri, aku, seorang pengawal.
Oh iya, kita belum berkenalan. Namaku Teddy Brown si Beruang.
Friday, December 7, 2012
Hidup=Petualangan
Barusan gue baca post adek kelas gue, dia
menceritakan tentang tempat-tempat yang mau dia kunjungi suatu hari nanti.
Well, tepatnya negara-negara yang
pingin dia kunjungi. Dan kalo dari deskripsinya, alasan kenapa dia mau ke sana
rata-rata berangkat dari kehausan akann pengetahuan tentang perkembangan
negara-negara tersebut, seperti teknologi, perekonomian, dll. Dari karakter
individu, dia memang anak yang…hm…gimana ya, dia mungkin setipe sama Goldy,
sama-sama memiliki keingintahuan akan hal-hal baru yang sangat tinggi, terbuka,
cerdas, beda sama remaja biasa, dekat sama Tuhan. Bedanya Goldy absurd.
Nah karena baca itu, terbersit di pikiran gue
untuk bikin tulisan sejenis ini. Nggak niru kok, cuma yah, terinspirasi mungkin
(yang mana beda tipis sebenernya-_-). Tapi nggak apa-apa lah ya gak ada yang
ngelarang ini.
Bedanya, hal yang gue pengen nggak berangkat dari
kehausan gue akan pengetahuan, tapi kehausan akan pengalaman. Gue menghargai
segala bentuk pengalaman, apapun bentuknya itu. Gue selalu bersyukur atas hal-hal
menarik yang terjadi sama gue, dari pengalaman yang wow bagi sebagian kalangan
(naik gunung misalnya) sampe yang seangkatan ikutan (Trip Observasi contohnya).
Bahkan sekedar makan makanan tertentu atau lihat pemandangan indah aja udah
senang banget rasanya. Sayangnya, keluarga gue bukan keluarga yang hobi nyobain
makanan-makanan macem-macem L
Gue berjiwa petualang. Gue selalu pengen coba hal
baru, yang biasanya sih ekstrim. Seenggaknya sejauh ini baru ada keinginan buat
ini-itu, tapi entah kalo nanti ada kesempatan, apakah gue berani untuk coba?
Hal ini juga yang sempet bikin gue kepikiran buat
ambil HI. Yang ada di kepala gue adalah, dengan ambil HI gue pasti bisa lebih mudah
terhubung sama negara luar, atau sukur-sukur keterima di deplu, jadi diplomat,
terus dikirim ke negara lain. Tapi terus dengan niat mentok gue buat ambil
Komunikasi, bukan berarti cita-cita itu lenyap, ya, pikiran gue cuma lebih
terbuka, bahwa mau kerja di deplu atau pergi-pergi ke luar negeri bukan cuma
dari HI kok.
Beberapa bulan yang lalu gue buat file Microsoft
Word di laptop, dengan judul “To-Go-List”. Gue tulis mana-mana aja tempat yang
pingin gue datengin, tapi pastinya cuma yang muncul di pikiran gue saat itu.
Ada dua kolom, yang kanan mancanegara, sementara
yang kiri domestik.
Coba kita mulai dari yang mancanegara:
1.
Jepang, makan makanan Jepang :9

Gue suka sensasi waktu makan nasi pake
sumpit anyway.
2.
Pedesaan Amerika, jadi koboy
Dulu gue ngetawain Yuyun waktu dia bilang
mau jadi penggembala domba, tapi sekarang gue ngerti, gue juga pengen jadi si
penggembala sapi.
3.
Venezia, naik gondola
Well, gue cuma ngebayangin, naik gondola,
entah sama siapa itu (siapapun deh asal nggak sendirian aja L) pasti asik. Belum
lagi pemandangannya pasti indah. Yang ada di imajinasi gue, di depan gue ada
cahaya bulan purnama bulat terang terpantul di air biru gelap. Cahaya di atas
sungai temaram sebatas si bulan purnama dibantu lampu kuning di rotunda-rotunda
yang ada beberapa di pinggir sungai. Lihat di langit ada bintik-bintik kilau
kelap-kelip. Di kiri-kanan ada rumah-rumah bata kecil, rapi. Gondolanya
terayun-ayun lembut. Aroma air. Last but not least, ada sound effect
abang-abang gondola lagi nyanyi. Ahsedap.
4.
Italia, makan pasta :9
![]() |
Asparagus and Chicken Carbonara |
![]() |
Creamy, Light Macaroni and Cheese |
Sama halnya dengan Jepang tadi, tapi ini
lebih sedih karena gue cuma ada referensi Pizza Hut L Oh iya sama macaroni schotel
sepuluh ribuan di sekolah. Tapi gue suka banget pizza apalagi pasta. Walau kata
nyokap pasta asli itu nggak enak, katanya asem -_- tapi tetap salah satu hobi
gue kalo lagi mati gaya adalah browsing foto makanan itali di google. Om nom
nom nom nom nom. Dan menara Pisa itu. Siapa tau bisa gue berdiriin.
![]() |
Shrimp Fra Diavolo |
5.
Belanda, liat Tulip
Habis itu gue lihat-lihat kincir angin. Terus lihat
sapi-sapi besar yang bagus. Lihat biri-biri. Apa gue lulus kuliah jadi petani
di Belanda aja ya?
Jangan kira gue belom pernah ke pantai. Gue
sekedar ke Ancol, pulau Semadaun (Jakarta), Parangtritis, Krukup (DIY), sampe
Kuta, Jimbaran, Tanjung Benoa, Sanur (Bali), dan Tanjung Aan (Lombok Selatan)
pernah kok.
Gue juga selalu mimpiin duduk di pantai, nonton sunset sama orang-orang yang gue sayangin. Pernah sih, waktu di Bali, gue nonton sunset tapi sama anak anak sos. Nggak elit banget kan.
Nah ini dia. Mungkin ini yang paling gue
pengenin, tapi yang paling entah-kapan-akan-terwujud. Keinginan gue buat
belajar surfing, selain dari iklan rokok yang tadi, gue baca novel Rumah Seribu
Ombak. Diceritakan di buku itu tentang calon atlet yang belajar surfing di
Pantai Lovina, Bali. Terus dia merambah ke Kuta, terus ke mancanegara.
Entah kenapa ya, waktu di Kuta gue nonton
orang surfing, atau kalo nonton kartun yang ada adegan surfingnya, kayaknya
asik banget. Berdiri seimbang di atas papan selancar dan menantang ombak besar.
Kesannya gagah dan hebat. Walaupun agak mengingatkan gue sama Nyi Roro Kidul.
6.
Prancis, naik Eiffel, naik Arc du Triomphe
This! Impian terbesar gue. Kata orang ini
negara cantik. Bahasanya juga cantik (yeah, rite, since Basing gue dapet 80 UAS
kemaren).
Entah bagaimana ya, negara ini terkesan Like a Lady, walaupun cantik, tapi juga tinggi dan angkuh. Seangkuh
kangkangan nyonya Eiffel. Semegah ketegakan Arc du Triomphe. Walaupun yah gue
tau sebelum naik ke atas gue jiper duluan liat tingginya… tapi kalo gue udah
sampe sana, nggak mungkin gue nggak naik :’) Untuk makanan di negara ini, gue
enggak begitu tau. Tapi kesan gue waktu gue nonton Ratatouille itu…… gimana ya.
Gue cuma inget, abis nonton gue jadi laper.
Malemnya duduk-duduk di pinggiran sungai Seine, menikmati pemandangan sambil berandai-andai kalimalang bentuknya kayak begini.
Yang domestik gue cenderung ke wisata alam
(alam Indonesia coy, ‘nikmat apa lagi yang engkau dustakan?’). Tiga dari lima
nya gunung. Sisanya diving.
Jujur yang menginspirasi tulisan berikut
adalah iklan-iklan dari beberapa produk. Iklan rokok tepatnya. Iklannya
bertagline “My Life, My Adventure”. Iklan ini menggambarkan tiga pemuda yang
menjelajah Indonesia, berpetualang ke tempat-tempat yang terpencil dan
rata-rata belum terekspos. Karena kepo, gue ubek-ubek youtube, dan ketemu
behind the scene iklan My Life My Adventure itu. Ternyata ketiga pemuda ini
bener-bener petualang. Yang satu pendaki gunung, yang satu surfer, gue lupa
yang satunya lagi, tapi ada hubungannya juga sama alam. Si produser bilang,
dalam salah satu iklannya, ketiga pemuda ini dikasih jeep, dan mereka bebas
menjelajah sekeliling pulau. Dan hasilnya? Lihat aja iklannya, mereka bergaul
sama orang-orang pedalaman, ikut main sepak takraw api, ikut menari sama
mereka, main sama gajah, dan sebagainya.
Disayangkan kenapa iklan semegah dan sebaik
ini, yang seharusnya ditayangkan sebagai iklan “Visit Indonesia”, malah
ditayangkan sebagai komersil rokok.
1.
Gunung Krakatau, Semeru, Rinjani
Rinjani |
Kenangan pertama gue naik gunung itu waktu
LD. Tapi baru terasa sensasi naik gunungnya itu waktu LD Carvedium 12, karena
baru sampe itu menyentuh puncak. Kalo ditanya rasanya? Subhanallah. Susah
dideskripsiin. Dan ini baru sampe puncak Gunung Gede. Padahal ada beratus-ratus
gunung di dunia dan sekian puluh ada di Indonesia.
Alumni Carve banyak yang sharing pengalaman
“waktu gue ke Krakatau” “waktu gue naik Rinjani” “bulan kemaren gue dari Semeru”
dan cerita-cerita itu berakhir dengan gue ngiler.
Semeru |
Ada sepotong adegan iklan rokok tadi,
padahal cuma sekitar tiga sampe lima detik, dan cuma sekedar menunjukkan gambar
kaki yang dibungkus sepasang sepatu gunung dan sepotong kargo yang lagi lari di
atas tanah Krakatau. Tapi adegan itu terekam kuat di kepala gue, dan selalu
ke-replay ulang.
Sementara Semeru, atau dijuluki Rooftop of Java lataran menjadi tanah tertinggi di pulau Jawa. gue ngiler baca buku 5cm, tentang, Ranu Pane, Ranu Kumbolo, Kalimati, Arcapada, dan kawan kawan. Dan minggu depan gue akan nonton filmnya. Sulit deskripsiinnya, mending baca sendiri._.
Sementara Semeru, atau dijuluki Rooftop of Java lataran menjadi tanah tertinggi di pulau Jawa. gue ngiler baca buku 5cm, tentang, Ranu Pane, Ranu Kumbolo, Kalimati, Arcapada, dan kawan kawan. Dan minggu depan gue akan nonton filmnya. Sulit deskripsiinnya, mending baca sendiri._.
Dan Rinjani, cukup dengan gue buka album
foto salah satu Alumni Carve, waktu dia lagi jalan berenam ke Rinjani sama
temen-temennya. Setelah itu gue buka di youtube video perjalanan Rinjani.
Dan malamnya gue mimpiin perjalanan itu.
2.
Diving di Wakatobi dan Raja Ampat
Wakatobi |
Gue pernah snorkeling waktu Outcast 2011,
dan itu pengalaman yang sangat wow. Dari situ gue merasa paduan pantai, laut,
dan segala isinya adalah paduan mantap untuk refreshing (selain ancol tapi).
Raja Ampat |
Gue juga liat di iklan rokok, nggak sih dia
nggak diving, dia ngga bawa tabung oksigen, dia cuma pake google dan celana
pendek terus nyebur ke dasar laut, liat batu karang, ubur-ubur, bintang laut,
dll. Ditambah lagi cerita Mine dia ambil license diving yang bikin iri.
Kata orang, Indonesia adalah salah satu
negara dengan pesona bawah laut yang paling indah. Jadi sebagai orang
Indonesia, jelas hasrat gue sangat besar buat ngebuktiin ke diri sendiri bahwa
gue terlahir di negara yang dianugerahi.
3.
Puncak Monas
Jangan ketawa! Tapi memang gue belom pernah
L
4.
Naik Gantolle (Layang Gantung)
Pertamanya nggak kebayang naik wahana macem
ini. Gue salah satu yang fobia sama ketinggian. Naik pesawat aja gue gemeteran
pas take off._. entah gimana nantinya gue kalo mau jadi traveler. Masa iya gue
ke eropa naik kapal laut? Primitif banget-_-
Nah diantara sekian banyak olahraga yang
dilakukan di udara, gue lebih pilih gantole dibanding paralayang atau
paragliding, balon udara, bungee jumping, apalagi terjun payung.
Setau gue tempat melakukan olahraga ini
banyak terdapat di Indonesia, bahkan di Puncak aja ada. Tapi entah kenapa baru
ada keinginan tapi belum ada keberanian dan kesempatan buat coba. Mungkin pas
gue nonton dari arena gantole langsung, gue akan ngerasa ngeri, mungkin rasanya
kayak ada kupu-kupu lagi tawuran di dalam perut gue.
5.
Pantai tak terekspos
![]() |
Pantai Pok Tunggal (DIY) |
Pantai Ngrenehan (D |

Tapi gue pernah nemu blog http://www.alannobita.blogspot.com
dan di situ gue nemu banyak pantai tersembunyi di Yogyakarta. Dari fotonya sih
cantik banget. entah memang cantik atau dia jago fotografi.
6.
Surfing di Kuta!
Nah kesemua ini adalah tempat-tempat yang selalu muncul di dunia
imajiner gue yang sempit. Mungkin memang masih banyak tempat indah di dunia
luar sana yang ngga gue tau, yang bahkan ngga terjangkau sama imajinasi gue.
Walaupun entah kapan semua ini terwujud. Tapi seenggaknya
ada mimpi. Karena mimpi adalah motivasi. Kalo kata Pak Mufid, “Bermimpilah,
tapi jangan hidup di dalamnya.”
Yap, mimpi, apalagi bila diciptakan sendiri, pasti indah bukan main.
Tapi seindah-indahnya hidup terkurung di dalam mimpi, tidak lebih baik daripada
menjalani dunia nyata J
NB: buat yang penasaran iklan yang gue maksud, coba diklik di sini ada kumpulan iklan, nggak cuma dari Indonesia tapi ada juga dari mancanegara. enjoy :)
Subscribe to:
Posts (Atom)